Lingga (Media Center) – Ruang pertemuan gedung daerah Daik Lingga, Selasa (31/1) malam itu, hadir sejumlah pengurus LAM, MUI, tokoh ulama, cerdik pandai, pemerhati sampai pelaku kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Lingga.
Mereka yang dianggap tahu banyak soal nilai-nilai budaya Melayu, diajak Bupati Lingga Alias Wello untuk saling berpaham-paham mengenai sebuah gagasan besar pemerintah daerah menyelenggarakan perhelatan akbar bertajuk “Festival Dunia Melayu” pada November 2017 mendatang.
Festival ini, dipaparkan singkat Alias Wello, yakni sebuah perhelatan akbar yang melibatkan masyarakat Melayu secara luas. Jadi tak hanya mencakup wilayah kabupaten atau provinsi saja, akan tetapi masyarakat rumpun Melayu di nusantara maupun internasional.
Kegiatannya menampilkan berbagai macam warisan seni budaya Melayu, kearifan lokal masyarakat Melayu, pariwisata sejarah, pariwisata alam, kuliner dan sebagainya. Namun, konsep itu masih perlu didiskusikan bersama dengan melibatkan semua pihak.
“Jadi ini bukan hanye kegiatan skup Lingga, namun kite ajak smue rumpun Melayu. Baik melayu Nusantara dari sabang sampai Merauke, maupun skup international,” kata Alias Wello.
Jika ini sukses terlaksana dan mendapat antusias yang tinggi dari berbagai pihak, maka kegiatan tersebut akan ia upayakan masuk dalam kalender nasional melalui kementerian Pariwisata dan Kebudayaan.
“Dengan tidak mendahului yang di atas, perhelatan ini harus kita laksanakan tahun ini juga. Tepatnya pada bulan November bersempena dengan perayaan hari ulang tahun Kabupaten Lingga,” tuturnya.
Pada dasarnya, konsep perhelatan akbar yang Alias Wello gagas itu datang dari rasa simpatinya melihat daerah berjuluk “Bunda Tanah Melayu” pemilik warisan sejarah kebesaran imperium kesultanan Riau-Lingga abad ke 18 itu perlahan tergerus pesatnya arus zaman.
Seperti pepatah bijak mengatakan “Mengangkat Batang Terendam”, apa yang menjadi harapan Alias Wello saat ini adalah untuk mengangkat kembali kebesaran Bunda Tanah Melayu kepermukaan.
“Saya ingin Melayu Lingga lebih membumi, Melayu yg dalam pola tindak, pola pikir, pola laku melekat dalam kehidupan sehari. Selama ini kita hanya mendengar tutur lisan, dari orang tua-tua kita, dari literatur-literatur yang ada, yang sangat terbatas,” kata dia di depan forum itu.
Sejauh ini, menurutnya, orang-orang memandang melayu sebatas pantun-memantun, bertari zapin, serta tari persembahan saja. Padahal, jika berbicara soal budaya Melayu, itu sangatlah luas.Bahkan dapat menjadi diskusi menarik yang sangat luas.
“Kita harus mensyukuri terlahir dan besar di bumi tanah Melayu yang mempunyai tradisi lisan dan tulisan, dalam kejayaan imperium Melayu yang sudah di mulai oleh leluhur-leluhur kita. Yang alhamdulillah setiap tahunnya kita masih rajin melaksanakan ziarah ke makam-makam pembesar negeri Melayu ini,” ungkapnya.
Keunggulan yang dimiliki Lingga semacam itu, menurut Alias, sangat sedikit dimiliki oleh daerah lain. Namun sayangnya, kelebihan itu belum memberikan suatu nilai lebih yang dapat memakmurkan masyarakatnya.
“Sejarah panjang ini harus kita jaga dan gali, sehingga menjadi dasar yang kuat untuk peradaban Melayu di masa depan,” ungkapnya.
Dia menyadari betul, untuk melaksanakan kerja besar ini bukan perkara yang mudah. Kedepan ia menginginkan ketika orang berbicara Lingga bukan hanya tentang slogan semata, tapi yang di ingat adalah karya-karya dan sejarah yang panjang yang akan muncul dalam ingatan seriap orang.
Dan untuk itulah pemerintah daerah melalui dinas kebudayaan dan segala unsur yang berkepentingan didalamnya, ia ajak untuk saling berbagi pandang soal kegiatan yang akan menjadi awal mula bangkitnya kebesaran sejarah melayu di Bunda Tanah Melayu.
“Waktu yang teraisa tinggal 10 bulan lagi, mari kita sama-sama bekerja lebih keras lagi untuk mengangkat batang terendam ini,” tutupnya. (MC)