Lingga (Media Center) – Sejumlah wisatawan asing asal Malaysia menyambangi Kabupaten Lingga dalam rangka pendakian ke Gunung Daik yang sudah tersohor hingga ke negeri seberang.
Adapun maksud kedatangan rombongan tersebut adalah untuk memastikan keberadaan nama Daik, yang sudah dikenal lama sejak mereka masih kecil, yakni yang tercantum dalam pantun yang legendaris. Tidak hanya itu, petualangan mereka ke Kabupaten Lingga sekaligus juga untuk meletakkan papan tanda sampai di kaki puncak gunung tesebut.
Dengan didampingi oleh 10 orang pemandu wisata dari grup pecinta alam ‘PERPETUAL’, mereka mulai bergerak pada tanggal 28 Juni. Awalnya seperti direncanakan semula, ada 17 orang yang datang dari Malaysia untuk ikut dalam pendakian tersebut, namun pada hari yang dijadwalkan, hanya 11 orang yang terdiri dari 5 orang pria dan 6 orang wanita.
Mohd Hisyam bin Sah Nuddin ketua rombongan yang berasal dari Selangor, Malaysia ini mengisahkan bahwa pendakian dimulai pukul 15.00 wib pada hari Jumat (28/06), namun dikarenakan hari sudah mulai gelap, mereka memutuskan untuk menginap dishelter 2 / campsite, dan dilanjutkan keesokan harinya pada pukul 06.00 wib (29/06), untuk menuju ke kaki puncak Gunung Daik, hal ini dikarenakan peralatan yang belum memadai. Kemudian, rombongan tiba di kaki puncak Gunung Daik sekitar pukul 10.00 wib, dan turun lagi ke shelter 2 / campsite pada pukul 12.20 wib. Tiba di campsite pada pukul 15.00 wib dan melanjutkan lagi perjalanan pada pukul 17.55 wib,sampai di gerbang pendakian di Kampung Sepincan pada pukul 20.22 wib.
Selama perjalanan mendaki gunung tertinggi di Kepulauan Riau tersebut (1065 mdpl), mereka disuguhi keanekaragaman hayati yang masih asri, dengan ragam vegetasi hutan yang unik, serta aliran sungai yang jernih airnya, menambah kental suasana petualangan yang membuat takjub para peserta.
Selayaknya diberbagai kesempatan pendakian, keseluruhan peserta yang ikut serta dalam pendakian tersebut, tetap diingatkan oleh para pemandu untuk menjaga tata krama dan perkataan selama berada di Gunung Daik, mengingat berbagai cerita dan legenda yang sampai saat ini masih tetap dipercayai oleh masyarakat setempat. Namun demikian, pada waktu sebelum keberangkatan mereka, tetap diawali dengan pembacaan doa, memohonkan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Selanjutnya, pasca pendakian yang cukup menguras tenaga tersebut, para pendaki yang tergabung dalam Ansara Roc (AROC) ini diketahui sengaja jauh-jauh datang dari negeri jiran untuk mewujudkan misi “Kembara Warisan Nusantara”. Tidak hanya itu, mereka juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Tugu Khatuliswa, Komplek Istana Damnah, Museum Linggam Cahaya, juga tak ketinggalan untuk menyaksikan keindahan Air Terjun Resun.
Raja Fahrurrozi selaku Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Kadisparpora) Kabupaten Lingga sangat menyambut baik adanya pendakian Gunung Daik dari para wisatawan asing tersebut. Seperti yang dilansir oleh keprievent.com, ia menyatakan apresiasinya terhadap semangat para pemuda tersebut. Beliau berharap, dengan adanya kegiatan ini, bisa menjadi pemersatu bagi kedua belah negara yang masih berada dalam rumpun Melayu ini.
Beliau yang akrab dipanggil pak Pak Acai ini menambahkan bahwa “Dahulunya kita satu, namun karena penjajahan Belanda dan Inggris, membuat kita terpisah secara teritorial. Gunung Daik dapat menjadi icon pemersatu bangsa Melayu dengan semangat kebersamaan para pemudanya,” ujar beliau.
“Pada sisi lain, pariwisata Lingga di sektor “minat khusus” juga dapat di kembangkan dan ditingkatkan melalui wisata pendakian Gunung Daik. Nama gunung ini yang tercantum di dalam pantun yang sudah melegenda menjadikan destinasi ini masuk ke dalam salah satu destinasi andalan di Kepri, khususnya di Lingga. Kita patut bersyukur dan berbangga akan hal tersebut,” pungkasnya.
Ada yang unik dalam pendakian kali ini, seluruh rombongan pendaki dari Malaysia tersebut membekali perjalanannya dengan pakaian khas Melayu, yakni baju kurung. Hal tersebut merupakan inisiatif mereka, mengingat adanya kesamaan rasa antara Malaysia dengan Indonesia, khususnya Lingga sendiri. “Inilah salah satu bentuk apresiasi kita terhadap kearifan budaya lokal. Apalagi kita dari Malaysia asalnya juga dari Bunda Tanah Melayu ini. Sudah sepatutnya kita menonjolkan identitas melayu di negeri ini,” ujar Adrul salah seorang peserta dari Malaysia.
Ia juga berharap kedepan, jika ada pendaki yang ingin melakukan kunjungan ke Daik atau bermaksud untuk mendaki Gunung Daik, agar dapat mengabadikan momen dengan menggunakan pakaian Melayu tersebut, sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap budaya dan adat Melayu.
Ragam masukan dan saran dari para wisatawan yang berkunjung ke Lingga, merupakan suatu hal yang sangat berarti bagi Dinas Pariwisata untuk menjadi bahan pertimbangan untuk pariwisata Lingga yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Pada akhirnya, segala bentuk kebaikan dan keindahan yang ada di Kabupaten Lingga umumnya dan Daik khususnya, akan terus dikenang juga, sebagaimana pantun legendaris yang menjadi warisan turun temurun dikalangan bangsa Melayu. Semoga pengalaman pendakian Gunung Daik tersebut mampu memberikan kesan yang baik bagi pariwisata Lingga untuk masa yang akan datang. (RS)