Lingga (Media Center) – Menjelang penghujung tahun 2019, Badan Pusat Statistik Kabupaten Lingga menggelar ekspose data strategis Kabupaten Lingga pada Rabu pagi (04/12/2019) di Sekretariat Sensus Penduduk Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Lingga.
Tiga Data Strategis dipaparkan dalam pertemuan yang dihadiri oleh para awak media tersebut, yakni indikator sosial, indikator sosial ekonomi serta indikator ekonomi.
Beragam hasil pengukuran dipresentasikan dalam pertemuan tersebut, mulai dari potret kemiskinan, ketimpangan pendapatan penduduk, pertumbuhan ekonomi, hingga potret pengangguran di Kabupaten Lingga.
Dari hasil kajian yang dilakukan oleh lembaga vertikal tersebut, jumlah dan presentasi penduduk miskin di kabupaten Lingga terus menangani penurunan dari tahun ke tahun, yakni sebesar 13,5% atau sebesar 12.126 jiwa pada tahun 2018 atau mengalami penurunan sebesar 0,29 % jika dibandingkan dengan tahun 2017 yang berjumlah 13,84%.
Secara persentase, memang Kabupaten Lingga merupakan Kabupaten dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Kepulauan Riau. Namun secara jumlah penduduk, Kabupaten Lingga bahkan menempati posisi keempat dari delapan Kabupaten/Kota. Jumlah penduduk miskin terbanyak dipegang oleh kota Batam yang berjumlah 67.413 jiwa dengan jumlah persentase 5,11%, angka tersebut tidak termasuk provinsi Kepri dengan jumlah penduduk miskinnya sebesar 131.676 orang atau 6,20%.
“Meskipun secara persentase Kabupaten Lingga menempati posisi pertama jumlah penduduk miskin di Kepulauan Riau, namun secara jumlah kita tidak jelek-jelek amat dan terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja Pemerintah Kabupaten Lingga sudah semakin baik menangani masalah kemiskinan di Kabupaten Lingga, dan ini patut kita apresiasi,” kata Arif Hidayat Kasubag TU BPS Kabupaten Lingga salah satu narasumber dalam ekspose data tersebut.
Demikian halnya pula dengan garis kemiskinan, sejak tahun 2014 hingga tahun 2018 terus mengalami peningkatan. Yakni 343.359 pada tahun 2014 hingga pada tahun 2018 menjadi 411.387. Hal tersebut mengungkapkan bahwa standar kemiskinan di Kabupaten Lingga terus mengalami peningkatan dan perlu diapresiasi. Hasil perhitungan tersebut diperoleh dari dua kali survey pada bulan Maret dan September setiap tahunnya.
Dari segi ketimpangan pendapatan di Kabupaten Lingga, diperoleh Gini Rasio sebesar 0,29 atau turun 0,05 poin dari 0,34 pada tahun 2017 lalu. Meskipun angka Gini Rasio cenderung fluktuatif dalam 5 tahun terakhir, namun angka terakhir yang ditunjukkan pada tahun 2018 ini telah menunjukkan penurunan kesenjangan pemerataan pendapatan di Kabupaten Lingga, yang artinya merupakan sesuatu yang positif bagi Kabupaten Lingga.
Sementara itu, dalam pemaparan mengenai tingkat partisipasi angkatan kerja di Kabupaten Lingga, diinformasikan bahwa dari 100 orang, hanya 65 orang atau 65,34 orang yang siap untuk bekerja. Perhitungan tersebut diperoleh BPS Kabupaten Lingga dengan mengadopsi konsep pengukuran dari ILO (International Labour Organization) atau Organisasi Buruh Internasional PBB yang menghitung angkatan kerja dimulai dari umur 15 tahun keatas.
Dilihat dari segi pengangguran, ada sekitar 1.722 jiwa (berdasarkan angkatan kerja) yang saat ini memegang status pengangguran di Kabupaten Lingga. Angka tersebut didominasi oleh 77% laki-laki dan sisanya adalah perempuan. Dari jumlah tersebut, ternyata sebagian berasal dari kalangan masyarakat yang berpendidikan tinggi yang cenderung sangat selektif memilih pekerjaan.
Sedangkan untuk struktur lapangan pekerjaan penduduk di Kabupaten Lingga, lebih didominasi oleh 3 sektor besar yakni sekrot pertanian sebesar 43%, jasa 34,07% dan manufaktur sebesar 22,90%.
Selanjutnya untuk rata-rata pengeluaran dan persentase rata-rata pengeluaran perKapita sebulan menurut kelompok makanan di Kabupaten Lingga tahun 2018, diperoleh hasil hasil mencengangkan bahwa masyarakat Lingga cenderung menghabiskan pengeluaran terbesar pada makanan dan minuman lainnya sebesar 27,48% serta pengeluaran untuk konsumsi rokok sebesar 10,59%. Jika dibandingkan dengan kebutuhan pokok berupa beras (13,36 %) dan lauk-pauk (13,42%) angka tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Lingga cenderung menghabiskan uang dalam jumlah besar di luar kebutuhan primer. (RS)