Awal Tahun, Petani Sahang Lingga Panen Besar

Diposting pada

Seorang petani sahang sedang menjemur hasil panen sahang di kebunnya. Foto-Net

Lingga, MC – Awal tahun 2015, menjadi tuah bagi petani sahang di Kabupaten Lingga. Pasalnya sebagian besar lahan pertanian sahang di wilayah Cenot, Kador dan dusun Malar desa Mepar, kecamatan Lingga mulai memasuki masa panen. Harga sahang yang tinggi dipasaran mencapai Rp 150 ribu perkilogramnya, membuat petani sahang untung banyak, Senin (12/1).

Pantauan dilapangan, perkebunan sahang milik warga yang terdapat di sepanjang jalan mulai dari desa Cenot hingga ke desa Kelumu, tampak segar menghijau. Tanaman sahang, yang ditanam rapi berjejer menjadi pemandangan di sisi jalan. Sementara, tampak beberapa warga memanfaatkan cuaca panas untuk menjemur hasil sahang yang mereka kumpulkan. Halaman rumah, juga lapangan dan tanah kosong dimanfaatkannya untuk menjemur hasil kebun tersebut.

Hal tersebut juga di lakukan Mansur, salah seorang petani sahang kampung Kador. Ia bersama istri dan anak perempuannya, sejak pagi sibuk menjemur butir-butir sahang yang telah ia rendam selama dua minggu untuk kemudian di proses menjadi merica.

“Ini kita mau jemur, dari sahang ini nanti jadi merica. Kalau merica, harga perkilonya Rp 150 ribu, tapi pekerjaannya memang jauh lebih rumit. Harus berisihakan dulu dari tangkai, kemudian di rendam selama dua minggu agar kulitnya terlepas, baru kemudian di jemur,” ungkap Mansur, yang juga menjabat sebagai ketua RW 3 di dusun tempat tinggalnya.

Sedangkan, jika sahang hanya di proses menjadi lada hitam, dikatakn Mansur, harganya hampir separuh dari harga merica. Sekilo lada hitam di pasaran hanya Rp 80 ribu. “Kalau lada hitam prosesnya lebih senang,” tambahnya lagi.

Diceritakan Mansur, dari kebun miliknya yang ia tanami lebih kurang 300 tanaman sahang, dalam sekali panen ia mampu mengumpulkan 15 kilo. Namun, hasil tersebut dikatakannya tidak maksimal, sebab dari 300 tanaman sahang yang ia punya tidak semua dalam kondisi baik dan produktif. “Berkebun sahang ini sangat aman dari hama, tapi perawatan tanaman memang agak teruk. Lokasi harus selalu bersih dan di asap. Waktu menanam, usia 7 atau 8 bulan, tanaman di potong dulu biar rimbun dan banyak dahan, tunas yang dipotong juga dapat jadi benih lagi. Hasil tahun ini, alhamdulillahlah cukup untuk beli beras,” ungkap Mansur lagi.

Selain Mansur, puluhan warga lain yang juga memanfaatkan lahan mereka untuk ditanami sahang juga panen besar. Perbukitan lereng gunung, ditambah lagi hawa panas laut dari pesisir pantai, membuat wilayah Cenot, Malar hingga ke desa Kelumu sangat cocok ditanami sahang. 

Dikatakan Mansur, warga Malar lah yang paling banyak memiliki perkebunan, bahkan ada petani yang mampu mengumpulkan hasil panen sahang hingga 150 kilogram. “Kita inikan petani Melayu kurang modal, sikit modal jadi kita pakai tulang. Kalau hasil alhamdulillahlah,” ungkapnya.

Dikatakan Mansur, menjadi petani sahang sangat menguntungkan. Namun, karena keterbatasan modal, untuk biaya perawatan, ia belum berani memperluas lahan sahangnya. Sedikitnya saat ini, ada lebih dari 30 orang petani sahang yang berkebun di jalan Malar. 

Dilanjutkan Mansur, Sejumlah besar petani, berdikari dan mandiri sendiri dalam membangun pertanian hingga ke penjualan hasil perkebunannya. Untuk penjualan hasil perkebunan tersebut, Mansur katakan, ada pengumpul dari Sertih yang menampung hasil panen petani dan mejualnya kembali ke Jambi. “Kalau kami disini ada pengumpul orang Seretih. Dari sana mereka kirim lagi ke Jambi,” tutup Mansur. (Hasbi/ MC Kab Lingga)

Tinggalkan Balasan