115 Penderita Skizofrenia di Lingga Dapat Perhatian Pemkab

Diposting pada
Ilustrasi penderita Skizofenia

Lingga (Media Center) – Sebanyak 115 penderita sakit jiwa (Skizofrenia) di Kabupaten Lingga mendapat perhatian oleh pemerintah khususnya yang bergerak di sektor pelayanan kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Dinkes-KB Kabupaten Lingga, dr Syamsu Rizal, dalam kegiatan workshop penanganan terkini Pasien Skizofrenia selama 2 hari bersama Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) Dan Persatuan Perawat Nasional Indonedia ( PPNI ) di Gedung Nasional Dabosingkep, Selasa (10/4) mengatakan, pemerintah sudah sepantasnya melakukan upaya penanganan yang tepat bagi penderita penyakit jiwa tersebut, mengingat jumlah ini cendrung bertambah setiap tahunnya.

Dia mengharapkan, dari workshop tersebut muncul sejumlah terobosan yang tepat untuk diterapkan dalam upaya penanganan terkini Skiziorenia itu.

Sementara masih ditempat yang sama, panitia penyelenggara kegiatan workshop mengatakan, kegiatan ini sendiri dilatarbelakangi oleh tingkat kejadian gangguan jiwa atau penyakit gila di Lingga yang cukup tinggi, untuk di wilayah Dabo Singkep saja sedikitnya ada 54 orang penderita, selebihnya terdapat di daerah lainnya diwilayah kabupaten Lingga,

“Selama ini paradigma orang gila dianggap berbeda dengan manusia lainnya, selalu mendapatkan perlakuan yang tidak layak.” ujar dr Indra.

Seperti contohnya yang masih usia sekolah, lanjut Indra, penderita Skizofrenia langusung dikeluarkan dari sekolah. Atau yang bekeluarga diceraikan, yang masih bekerja diberhentikan dari pekerjaannya, bahkan ada pesakit jiwa yang dipasung.

Untuk itu, tujuan pelaksanaan kegiatan ini agar kedepannya peserta workshop dari kalangan medis dan paramedis bisa lebih mengenalkan apa itu Skizofrenia dalam dunia kesehatan.

Sehingga nantinya, bagi mereka yang telah mengetahuinya bisa mendeteksi dini kejadian- kejadian seperti ini, diwilayah kerjanya masing-masing. Dengan terapi tepat nantinya pasien dapat disembuhkan.

Ada dua jenis kesembuhan bagi penderita, yakni pertama, kesembuhan melalui penyembuhan medis dan menyembuhan sosial, jika penyembuhannya melalui medis maka penderita benar-benar sembuh. Jika penyembuhan sosial si penderita tidak lagi menganggu masyarakatnya. Dengan kata lain, penderita sudah bisa mengurus diri sendiri.

Pantauan di lapangan, kegiatan workshop diisi pemateri dari Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Udara, oleh mayor Wahyudi, yang merupakan pakar kesehatan jiwa. (*/MC Lingga)

Tinggalkan Balasan